Medical


Antibiotik merupakan obat yang berbahaya apabila disalahgunakan. Namun sayangnya justru penyalahgunaan antibiotik ini sering terjadi, terutama dalam kasus infeksi viral yang ringan pada anak-anak. Pemakaian antibiotik yang salah dapat menimbulkan sejumlah kerugian. Selain karena mahal dan meningkatnya efek samping, dapat terjadi resistensi antibiotik yang sangat mengganggu apabila orang tersebut menderita infeksi berat di kemudian hari. Pemakaian antibiotik berlebihan dapat mengaburkan diagnosis yang seharusnya, sehingga penyakit pasien tidak tertangani dengan baik. Antibiotik berlebihan juga dapat mengganggu sistem imunitas.

Berikut ini adalah prinsip-prinsip penggunaan antibiotik yang perlu diperhatikan.

  1. Penegakan diagnosis infeksi perlu dibedakan antara infeksi bakterial dan infeksi viral. Selain itu juga perlu dicari tahu dari mana infeksi bersumber. Misalnya pada pneumonia bakterial, etiologi terseringnya adalah Streptococcus pneumoniae.
  2. Dalam setiap kasus infeksi berat, apabila memungkinkan lakukan pengambilan spesimen (seperti darah, sputum, pus, urin, atau usapan/swab) untuk diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan yang dilakukan di sini antara lain kultur bakteri, sensitivitas antibiotik, pemeriksaan mikroskopis, dan pewarnaan Gram. Namun pada kenyataannya, praktik semacam ini agak jarang dilakukan karena membutuhkan waktu lebih lama untuk memastikan mikroorganisme penyebab dan antibiotik yang paling tepat untuk infeksi tersebut.
  3. Selama menunggu hasil kultur, terapi antibiotik empiris sangat penting untuk diberikan kepada pasien yang sakit berat. Kelemahan cara ini adalah dapat mengganggu diagnosis etiologik berikutnya, dan dapat memberi hasil negatif palsu pada identifikasi mikroorganisme infeksius setelah pemberian antibiotik (apabila diperlukan).
  4. Pertimbangkan penggunaan antibiotik dalam terapi kasus gastroenteritis atau infeksi kulit, karena kedua jenis infeksi tersebut jarang memerlukan antibiotik.
  5. Pemilihan antibiotik harus mempertimbangkan dosis dan cara pemberian obat.
    • Mikroorganisme: paling sensitif terhadap antibiotik mana saja. Hal ini dapat diketahui dari uji sensitivitas, namun dapat diperkirakan berdasarkan spektrum antibiotik atau dugaan klinis apabila sensitivitas atau jenis mikroorganisme belum diketahui.
    • Faktor pasien: umur, ada/tidaknya alergi, fungsi hati, fungsi ginjal, kondisi imunologis, hamil/tidak, dan faktor genetik.
    • Berat/tidaknya infeksi: mempengaruhi jenis obat yang dipilih dan cara pemberiannya. Sebagian antibiotik tidak begitu baik diabsorbsi apabila diberikan peroral, misalnya aminoglikosida. Pada pasien sakit berat, pemberian antibiotik biasanya dilakukan secara parenteral.
    • Tempat infeksi: antibiotik seringkali tidak dapat menembus rongga abses dengan baik, karena itu abses biasanya memerlukan drainase di samping terapi antibiotik. Antibiotik tertentu (misalnya aminoglikosida) tidak dapat menembus duramater, sehingga tidak digunakan untuk meningitis.
    • Adanya benda asing (misalnya katup prostetik, pecahan kaca) dapat mengurangi respons jaringan terhadap antibiotik.
    • Untuk terapi awal dalam kasus infeksi, antibiotik spektrum luas lebih baik digunakan lebih dahulu, sampai hasil kultur tersedia. Apabila antibiotik spektrum sempit yang digunakan dulul maka basil gram negatif, kokus gram positif, dan fungi yang resisten mulai mendominasi dan terapi selanjutnya menjadi sulit. Setelah hasil kultur diperoleh, barulah digunakan antibiotik spektrum sempit yang spesifik untuk bakteri yang bersangkutan.
    • Ganti antibiotik spektrum luas menjadi antibiotik spektrum sempit setelah terapi berlangsung 3 hari, untuk mencegah penurunan imunitas pejamu.
  6. Nilai keberhasilan terapi secara klinis atau secara mikrobiologis (kultur ulang). Antibiotik tertentu dapat menimbulkan keracunan sehubungan dengan kadar yang terlalu tinggi dalam darah, sehingga kadarnya dalam plasma perlu dipantau terus (misalnya gentamisin).
  7. Kombinasi antibiotik baru diberikan apabila:
    • Terdapat infeksi infeksi campuran (mixed infection), misalnya peritonitis.
    • Pada kasus endokarditis karena Enterococcus dan meningitis karena Cryptococcus.
    • Untuk mencegah resistensi mikroba terhadap monoterapi, misalnya pada tuberkulosis dan lepra.
    • Apabila sumber infeksi belum diketahui dan terapi antibiotik spektrum luas perlu segera diberikan karena pasien sakit berat, misalnya pada sepsis.
    • Apabila dua antibiotik yang dipergunakan dapat memberi efek sinergisme, misalnya penisilin dan gentamisin untuk terapi endokarditis infektif.
  8. Antibiotik dapat digunakan untuk kebutuhan profilaksis (pencegahan infeksi). Antibiotik profilaksis diberikan dalam jangka pendek (24 jam atau kurang), dengan pilihan antibiotik sesuai pengalaman klinis. Indikasi antibiotik profilaksis antara lain:
    • Sebelum prosedur operasi usus, penggantian sendi, dan ginekologi.
    • Riwayat kontak erat dengan pasien tuberkulosis atau meningitis meningococcal.
    • Sebelum prosedur ekstraksi gigi pada pasien dengan katup jantung prostetik, untuk mencegah endokarditis infektif.
    • Pencegahan infeksi Streptococcus pada pasien dengan penyakit jantung reumatik.
  9. Perhatikan pola bakteri penyebab infeksi nosokomial setempat. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi nosokomial antara lain MRSA (meticillin-resistant Staphylococcus aureus) dan Pseudomonas sp; namun distribusinya berbeda-beda di berbagai tempat. Terapi untuk infeksi MRSA adalah vankomisin, dan infeksi Pseudomonas dengan golongan penisilin spektrum luas.

Dalam menginterpretasikan hasil kultur, perlu diingat bahwa segera setelah terapi antibiotik dimulai, koloni flora normal bakteri pada kulit, rongga mulut, dan sputum akan berubah. Koloni semacam ini tidak perlu diberantas dengan antibiotik spektrum luas, karena justru akan menimbulkan munculnya mikroorganisme multiresisten. Jadi penggantian antibiotik menjadi antibiotik spektrum luas setelah hasil kultur diperoleh, tidak perlu dilakukan. Infeksi baru biasanya ditandai dengan demam yang muncul mendadak dengan pola demam yang berubah dan ditemukannya leukositosis dengan shift to the left.

Referensi:

  • Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Lippincott’s Illustrated Reviews: Pharmacology, 2nd edition. Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers, 1997.
  • Southwick FS. Anti-Infective Therapy, in Southwick FS (eds). Infectious Diseases: A Clinical Short Course, 2nd edition, New York: McGraw-Hill Companies, 2007.

(hnz)

Melanin atau melamin?

Ada berbagai macam warna rambut manusia. Namun warna alami cukup dibagi dalam 6 golongan besar: hitam, coklat, pirang, auburn, merah, dan kelabu-putih. Auburn itu artinya coklat kemerahan. Sedangkan rambut kelabu-putih hanya ditemukan pada orang tua, orang albino, dan pada sebagian kasus defisiensi tirosin (nanti kita akan tahu kenapa bisa begitu).

Apa yang mengatur warna rambut manusia? Pigmen yang mengatur warna rambut ada dua macam, yaitu eumelanin dan feomelanin (istilah Latinnya: phaeomelanin, kira-kira artinya melanin kelabu). Ingat bahwa melanin tidak sama dengan melamin (beda 1 huruf fatal!). Melanin adalah pigmen coklat gelap; yang mengatur macam-macam warna “biologis” manusia. Mulai dari warna kulit, iris mata, sampai warna rambut (yang akan kita bahas). Orang albino mengalami defisiensi melanin yang cukup berat, maka itu hampir tidak ada melanin sama sekali pada kulitnya. Sedangkan melamin… hehehe tahu sendiri. Plastik yang dipakai sebagai pelapis untuk berbagai alat rumah tangga dan industri; yang sering dimasukkan ke dalam susu untuk menambah kadar nitrogen, namun bisa mengakibatkan gangguan fungsi ginjal.

melaninbiochemicalstructure03

Hubungan dengan anatomi rambut

Di manakah melanin yang mengatur warna rambut berada? Perhatikan 2 gambar berikut untuk mengetahuinya.

CDR0000579036_full

Lihat di mana letak akar folikel rambut. Setelah diperbesar beberapa kali; Anda akan melihat struktur yang di bawah. Melanin ada dalam bentuk melanosit, yang berada di dekat akar rambut.

hair bulb2_thumb[4]

Eumelanin

Eumelanin (yang artinya melanin sejati) memberi warna gelap pada rambut. Ditinjau dari struktur kimianya, eumelanin merupakan protein yang mengandung asam amino tirosin. Pembentukan eumelanin membutuhkan enzim tirosinase, yang menggabungkan asam amino tirosin ke molekul dopa dan dopamin. Tirosinase lebih aktif pada orang dewasa dibanding pada anak-anak atau remaja. Namun pada orang tua tidak begitu aktif lagi. Karena itu, defisiensi tirosin dapat mempengaruhi warna rambut manusia. Kurangnya tirosin menyebabkan warna rambut yang seharusnya gelap akan memudar.

Warna eumelanin ada 2 macam, yaitu coklat atau hitam. Rambut yang memiliki konsentrasi melanin hitam tinggi tentu saja akan memperlihatkan warna hitam. Sedangkan rambut dengan konsentrasi melanin coklat tinggi akan memperlihatkan warna coklat. Jika pigmen melanin hitam rendah, warna yang terlihat adalah kelabu atau putih. Dan jika pigmen melanin coklat yang rendah, warna yang terlihat adalah kuning (pirang). Melanin coklat lebih stabil dan bertahan lama daripada melanin hitam.

Feomelanin

Sedangkan feomelanin berwarna kemerahan atau pirang dan ditemukan pada sebagian besar orang; namun paling banyak pada orang yang berambut merah. Feomelanin juga tersusun atas asam amino tirosin; dan juga membutuhkan enzim tirosinase. Namun feomelanin itu sendiri merupakan produk antara dalam produksi eumelanin, yang bereaksi dengan asam amino sistein. Asam amino sistein mengandung atom sulfur; sehingga inilah yang memberi warna kemerahan atau oranye pada rambut. Semakin banyak interaksi dengan sistein, maka semakin merah warna rambut yang terbentuk. Biasanya rambut merah juga berhubungan dengan penghambatan pembentukan eumelanin. Feomelanin memiliki stabilitas di antara melanin coklat dan hitam.

Komposisi pigmen vs warna rambut

Warna rambut yang terlihat (alias fenotip) tergantung pada perbandingan kadar eumelanin dan feomelanin pada rambut orang yang bersangkutan.

  • Rambut hitam: 99% eumelanin + 1% feomelanin
  • Rambut coklat/pirang: 95% eumelanin atau lebih rendah + 5% feomelanin atau lebih tinggi
  • Rambut merah: 67% eumelanin + 33% feomelanin

Yang berminat mengetahui aspek kimia dari pembentukan pigmen pengatur warna rambut; bisa dilihat di sini bagaimana perbandingan kedua jenis melanin tersebut dan reaksi pembentukannya. Yang tidak berminat atau pusing langsung lanjut ke bawah saja.

ch4fb30

20080116_03_01_02_02_v1(1)

Genetika

Pewarisan warna rambut secara genetik; seperti halnya warna iris mata; tidak hanya diatur oleh satu gen. Hal ini mulai dicurigai sejak banyak pasangan dengan rambut coklat memiliki keturunan biologis berambut pirang. Gen pertama (coklat-pirang) adalah gen yang berpeluang memiliki alel dominan (rambut coklat) atau alel resesif (rambut pirang). Keberadaan salah satu alel dominan saja akan membuat fenotip rambut coklat. Tidak adanya alel dominan sama sekali membuat fenotip rambut pirang. Sedangkan gen kedua (merah atau tidak merah) adalah gen yang memiliki alel dominan (rambut tidak merah) atau alel resesif (rambut merah).

Hubungannya dengan gen coklat-pirang tadi adalah: adanya alel dominan (tidak merah) akan menampilkan fenotip rambut tidak merah (warna hanya tergantung pada alel gen pertama). Berarti alel dominan pada gen rambut tidak merah dengan alel resesif pada gen rambut coklat tetap menghasilkan rambut pirang. Namun jika orang tersebut memiliki alel dominan rambut coklat plus alel resesif rambut merah, maka warna yang terlihat adalah kemerahan, auburn, oranye, atau semacamnya (percampuran).

Teori dua gen ini mungkin saja masih belum benar-benar tepat untuk menjelaskan bagaimana warna rambut diturunkan secara genetik (mungkin lebih?); karena banyak sekali gradasi warna rambut yang dapat ditemukan. Contoh: rambut pirang ada beberapa macam; yaitu coklat muda, pirang gelap, dan sebagainya. Dan diperkirakan faktor lingkungan juga berpengaruh.

Pewarna

Sejak dulu banyak orang yang sudah mencoba mewarnai rambut. Mulai dari bleaching sampai produk hair coloring modern. Secara garis besar, pewarna rambut dapat dibagi atas 3 macam:

  • Warna semipermanen. Di sini warna rambut alamiah tidak mengalami perubahan drastis. Pewarna hanya berinteraksi dengan lapisan luar rambut (korteks); membentuk molekul-molekul kecil; namun tidak sampai ke pigmen dalamnya. Karena itu pewarna ini mudah luntur dengan pencucian kira-kira 6-12 kali. Tidak mengandung amonia dan peroksida.
  • Warna demipermanen. Di sini warna baru luntur setelah kira-kira 25 kali mencuci rambut. Molekul prekursor dari zat pewarna akan masuk ke korteks rambut. Di situ zat ini akan membentuk molekul yang berukuran lebih besar daripada semipermanen. Bisa menjadi permanen kalau dipakaikan pada rambut yang sudah diwarnai lebih dahulu; karena penambahan ukuran molekul makin mempersulit pelunturan warna. Mengandung sedikit peroksida.
  • Warna permanen. Di sini warna diharapkan bertahan dalam waktu lama. Di sini pewarna selain mengubah warna korteks rambut; juga mengubah warna pigmen dasar rambut. Molekul prekursor zat pewarna masuk ke korteks rambut dan membentuk molekul yang lebih besar lagi. Mengandung amonia dan peroksida.

Further reading

Yang berminat membaca atau tahu lebih lanjut, bisa lihat di http://www.keratin.com/as/as002.shtml dan di http://en.wikipedia.org/wiki/Human_hair_color.

(hnz)

Obat apa yang sampai sekarang masih sensitif untuk terapi malaria?

Ada sejumlah obat malaria yang tersedia saat ini. Berikut antara lain obat-obat tersebut, berdasarkan golongan farmakologisnya.

  • 4-Aminokuinolin (klorokuin dan amodiakuin)
  • 8-Aminokuinolin (primakuin)
  • Kuinolin metanol (kinin/kina, kuinidin, meflokuin)
  • Tetrasiklin (doksisiklin)
  • Antagonis folat (proguanil)
  • Seskuiterpenlakton endoperoksida (artemisinin, artemisin).
  • Amilalkohol (lumefantrin, digunakan bersama artemeter untuk malaria falciparum multiresisten)
  • Fenantrenmetanol (halofantrin)
  • Kombinasi: (untuk terapi dan profilaksis malaria falciparum)
    • Kombinasi antagonis folat (pirimetamin + sulfadoksin)
    • Kombinasi kuinon-antagonis folat (atovaquone + proguanil)

Terapi perlu memperhatikan apakah pasien datang dari daerah yang resisten atau sensitif terhadap klorokuin. Parasit dari daerah sensitif klorokuin masih dapat dibasmi dengan klorokuin. Sedangkan parasit dari daerah resisten klorokuin memerlukan terapi kuinin atau regimen yang ekuivalen. Untuk malaria falciparum berat dapat juga digunakan artemisinin dalam terapi kombinasi. Pasien yang tidak dapat minum obat dianjurkan untuk mendapat kuinidin intravena. Sedangkan pasien non-defisiensi G6PD yang terinfeksi Plasmodium vivax atau Plasmodium ovale memerlukan terapi primakuin untuk membasmi skizon hati.

Obat apa yang biasanya digunakan untuk kemoprofilaksis malaria?

Kemoprofilaksis malaria termasuk dalam prinsip ABCD dalam pencegahan malaria bagi wisatawan yang memasuki negara endemik. Unsur lainnya yaitu kewaspadaan dan pengetahuan (Awareness), menghindari gigitan nyamuk (avoid being Bitten by mosquitoes), dan segera mencari bantuan diagnostik dan terapi jika mengalami gejala-gejala yang mirip malaria (seek Diagnosis and treatment immediately). Sampai sekarang tidak ada terapi kemoprofilaksis yang mampu mencegah 100% penularan malaria.

Terapi kemoprofilaksis malaria dimulai 2 minggu (kecuali 1 minggu untuk klorokuin) sebelum seseorang masuk ke daerah endemik dan berakhir 4 minggu setelah seseorang kembali dari daerah endemik. Pola resistensi terus bergeser, sehingga ada kemungkinan anjuran terapi kemoprofilaksis juga dapat mengalami perubahan.

Untuk profilaksis terhadap P.falciparum sensitif klorokuin, obat yang digunakan adalah klorokuin 300 mg (atau klorokuin fosfat 500 mg) per oral 1 kali seminggu. Sedangkan untuk profilaksis terhadap P.falciparum resisten klorokuin, obat yang dianjurkan adalah meflokuin 250 mg per oral 1 kali seminggu, atau doksisiklin 1 kali 100 mg per hari secara per oral; atau primakuin 0.5 mg/kgBB/hari, atau terapi kombinasi dengan Malarone 1 kali sehari (atovaquone 250 mg + proguanil 100 mg). Malarone berbeda dengan terapi lain, karena cukup dilanjutkan sampai 1 minggu setelah meninggalkan daerah endemik. Primakuin lebih dipilih untuk pencegahan pada daerah yang frekuensi malaria vivax atau ovale-nya cukup tinggi. Untuk malaria vivax, malariae, dan ovale; dapat digunakan amodiakuin dengan dosis 30 mg/kgBB untuk dibagi selama 3 hari.

Bagaimanakah cara obat antimalaria bekerja?

Ada beberapa macam cara kerja obat antimalaria. Secara garis besar, cara kerja obat antimalaria dibagi atas dua kelompok utama; yaitu pada siklus eksoeritrositer dan siklus eritrositer. Umumnya obat antimalaria ditujukan pada pemusnahan parasit pada siklus eritrositer, kecuali primakuin yang dapat juga bekerja pada siklus eksoeritrositer.

Berikut ini contoh cara kerja obat-obatan malaria.

  • Aminokuinolon, kuinin, klorokuin, primakuin, dan halofantrin dapat menghambat proteolisis hemoglobin dan polimerase heme. Kedua enzim tersebut diperlukan untuk memproduksi pigmen Plasmodium, yang dengan sendirinya ikut membantu mempertahankan hidup Plasmodium tersebut.
  • Pirimetamin, sulfonamid, dan dapson merupakan antibiotik antagonis folat. Obat ini bekerja dengan menghambat pembentukan asam paraaminobenzoat (PABA) menjadi tetrahidrofolat yang diperlukan sebagai prekursor replikasi DNA dan RNA. Mekanisme kerjanya dapat dilihat pada bagan berikut ini.

tmp-sxt

  • Atovaquone bekerja dengan menghambat transpor mitokondria Plasmodium.
  • Artemisinin merupakan antimalaria fase eritrositer. Artemisinin dan derivat-derivatnya berfungsi mengikat ion besi pada pigmen sel Plasmodium. Ikatan ini mengakibatkan produksi radikal bebas yang merusak protein Plasmodium meningkat, sehingga parasit diharapkan mengalami kematian. Derivat ini bekerja lebih cepat daripada kinin (kina).

Daerah mana saja yang perlu diwaspadai karena endemisitas malarianya?

Daerah-daerah berikut merupakan daerah yang perlu diwaspadai endemisitas malarianya. Artinya, seseorang yang berangkat dari negara yang tidak tercantum dalam daftar ini, menuju ke negara yang tertulis dalam daftar ini; perlu mendapatkan terapi kemoprofilaksis.

endemis malaria

Distribusi malaria yang resisten multiterapi baru terdapat di Asia Tenggara (Kambodia, Myanmar, Vietnam, dan Thailand) serta Amerika Latin sekitar Sungai Amazon (Guyana Prancis, Brazil, dan Suriname). Diduga parasit multiresisten juga telah ditemukan di beberapa daerah di Afrika.

Mengapa bisa timbul resistensi parasit terhadap antimalaria?

Resistensi terhadap antibiotik, secara umum, dapat terjadi karena mutasi adaptif oleh parasit itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan terapi antibiotik yang tidak tuntas atau antibiotik yang disalahgunakan untuk penyakit-penyakit yang tidak tepat. Terapi antibiotik normal membutuhkan waktu 7-10 hari (kasus tertentu 14-21 hari) agar seluruh populasi mikroorganisme yang sangat sensitif dan sensitif sedang serta sebagian mikroorganisme resisten dapat dibasmi. Apabila terapi antibiotik dihentikan lebih awal, maka populasi mikroorganisme yang resisten akan meningkat dan jadi berbalik mendominasi infeksi. Gambar berikut ini adalah mekanisme timbulnya resistensi pada terapi antibiotik yang tidak tuntas.

limiting drug resistance

Pada kasus malaria falciparum, yang paling berperan penting adalah resistensi parasit terhadap klorokuin. Resistensi terjadi karena parasit secara spesifik beradaptasi terhadap pengobatan klorokuin dengan mengubah susunan (mutasi) protein transporter PfCRT. Dengan perubahan pada protein ini, klorokuin tidak dapat bekerja, karena dengan sendirinya enzim proteolisis hemoglobin dan polimerase heme tidak dapat dihambat lagi.

Bagaimana mengatasi malaria yang sudah multiresisten obat?

Terapi yang dianjurkan di Asia Tenggara dan Amerika Latin adalah artemisinin / artemeter dalam kombinasi dengan lumefantrin. Di Afrika, terapi kombinasi untuk multiresisten adalah klorproguanil dengan dapson.

(hnz)

« Previous PageNext Page »