Orang yang tidak mengalami kelainan pendengaran, kelainan pita suara, dan masalah tenggorokan lainnya; namun tidak dapat berbicara. Atau orang yang dapat berbicara, tapi isinya tidak bisa dipahami. Kenali afasia lebih lanjut…
Bagian mana dari otak yang mengatur kemampuan berbahasa seseorang? Pada otak setiap orang, terdapat hemisfer kanan dan kiri. Salah satunya lebih dominan dibanding yang lain. Hal inilah yang mengatur dominasi tangan setiap orang. Sekitar 90% manusia memiliki tangan kanan yang lebih dominan, dan hanya kira-kira 10% yang kidal dan ambidextrous (dua-duanya dominan atau sama kuat). Di antara mereka, 99% di antaranya memiliki pusat pengaturan berbahasa pada hemisfer otak kiri. Namun hal ini tidak berlaku sebaliknya. Orang kidal atau ambidextrous memiliki hemisfer dominan bervariasi; bisa di hemisfer kiri juga, atau di hemisfer kanan. Malah cukup sering ditemukan tidak adanya dominasi sama sekali. Karena itulah serangan afasia pada orang kidal biasanya lebih ringan dan lebih singkat.
Bagaimana seseorang bisa memahami kata-kata orang lain? Pemahaman kata-kata dan produksi kata-kata adalah proses yang sangat kompleks. Kata-kata yang didengar lewat telinga akan disampaikan ke otak lewat inti saraf telinga, menuju ke inti geniculatum medial di talamus otak tengah. Setelah melewati jalur selanjutnya, yaitu badan trapezoid dan tractus lemniscus lateral, sinyal tersebut sampai di korteks serebri otak besar di daerah temporal (samping) otak bagian atas. Daerah ini dinamakan korteks auditori primer. Sampai di sini seseorang baru bisa mendengar kata-kata orang lain. Setelah lewat di korteks auditori primer, sinyal tadi diubah di daerah korteks asosiatif, yaitu daerah di otak yang berfungsi untuk pemahaman berbahasa. Korteks asosiatif ini terdiri atas area Wernicke dan area Broca (lihat gambar). Area Wernicke berperan pada penerimaan dan pemahaman sinyal (sensoris), sedangkan area Broca berfungsi dalam penyampaian respons atas sinyal bahasa (motorik). Area Wernicke dan Broca dihubungkan oleh serabut-serabut yang disebut fasikulus arkuatus. Jadi, setelah mencapai area Wernicke seseorang dapat memahami apa isi kata-kata yang didengarnya; dan setelah mencapai area Broca barulah seseorang dapat menjawab atau merespons terhadap kata-kata yang didengarnya. Omong-omong, area Wernicke terletak di sepertiga belakang daerah lobus temporal superior sisi kiri; sedangkan area Broca terletak di belakang lobus frontal bawah sisi kiri.
Mirip halnya bagaimana seseorang memahami tulisan dan menulis. Namun dalam hal ini yang terlibat adalah korteks visual primer di lobus oksipitalis (belakang), di mana daerah inilah yang menerima sinyal dari sistem penglihatan. Dari korteks visual primer ini, sinyal diteruskan ke gyrus angularis di lobus temporal otak. Selanjutnya jalurnya persis sama dengan uraian di atas.
Apa yang terjadi pada afasia? Afasia dapat terjadi selama ada gangguan pada jaras saraf yang telah dijabarkan di atas. Bisa karena stroke berat (yang mengenai daerah cukup luas di otak), trauma, atau sebab-sebab lainnya yang mengganggu integritas otak besar. Secara umum ada dua macam afasia yang utama, yaitu afasia motorik (afasia nonfluent, afasia Broca) dan afasia sensorik (afasia fluent, afasia Wernicke). Ada lagi beberapa macam afasia lainnya. Antara lain afasia global (kedua area tersebut terkena), dan afasia anomik atau konduksi (gangguan yang bersifat parsial pada jaras berbahasa yang telah dibahas di atas). Jenis-jenis afasia dapat dilihat pada bagan berikut.
Orang dengan afasia motorik memiliki pemahaman yang baik terhadap tulisan dan kata-kata yang didengarnya, namun ia tidak dapat berkata-kata. Hal ini dapat dipahami dengan meninjau kembali struktur anatomi yang berperan dalam produksi bahasa, di mana area Broca yang mengalami kerusakan, berfungsi untuk memproduksi kata-kata. Sedangkan orang dengan afasia sensorik memiliki pemahaman yang buruk terhadap tulisan dan kata-kata. Walaupun pemahamannya buruk, orang dengan afasia ini masih mampu berkata-kata. Akan tetapi kata-katanya tidak dapat dipahami dan jika ditanya jawabannya tidak relevan dengan pertanyaannya.
Lalu apa yang dilakukan dokter (ahli saraf tentunya) untuk memeriksa pasien afasia? Ada 6 aspek berbahasa yang harus dinilai untuk menentukan jenis-jenis afasia; yaitu ekspresi dan kecepatan bicara, pemahaman, pengulangan, penamaan, membaca, dan menulis.
Kecepatan bicara orang afasia motorik (dan global) lebih lambat. Kata-kata yang diucapkan singkat-singkat, seluruhnya dengan usaha keras dan artikulasi yang tidak begitu baik. Seringkali penderita tampak jengkel karena ketidakmampuannya ini. Sedangkan kecepatan bicara orang afasia sensorik normal seperti biasa; akan tetapi isi pembicaraannya tidak dapat dipahami. Sementara itu komprehensi (pemahaman bahasa) dinilai dari berbagai sudut. Mulai dari pemahaman pembicaraan, perintah, pertanyaan singkat (jawaban ya dan tidak saja), serta penunjukan terhadap benda yang ditanyakan. Orang dengan afasia sensorik jelas tidak memiliki komprehensi yang baik. Namun orang dengan afasia motorik, mampu memahami pertanyaan dengan jawaban ya-tidak, serta melaksanakan perintah yang ditujukan kepadanya. Walaupun demikian, tetap saja komprehensi tidak selalu mudah diperiksa. Ada faktor-faktor lain seperti mimik wajah, gerakan tangan, dan nada suara yang mungkin saja mempengaruhi subjektivitas dalam pemeriksaan. Jika komprehensi terganggu, otomatis pengulangan kata, penamaan, membaca, dan menulis pun tidak dapat dilakukan dengan baik.
(hnz)